IQNA

Hubungan antara I’tikaf dan Wilayah kepada Amirul Mukminin as

4:39 - June 23, 2011
Berita ID: 2142976
Mahdi Rastam Nezad: I’tikaf tidak hanya terbatas pada tiga hari di bulan Rajab, namun tradisi ini adalah dalam rangka mengambil keberkahan hari karena kelahiran Amirul Mukminin yang selama tiga hari beliau berada didalam Ka’bah.
Hujjatul Islam wal Muslimin Mahdi Rastam Nezad anggota Senat bidang akademik Jamiah Al Musthafa pada wawancaranya dengan IQNA menjelaskan hal itu dan menambahkan, bahwa I’tikaf di dalam Al Qur’an memiliki makna wuquf, yakni berdiam diri. seperti di dalam ayat yang berbunyi "Wa laa tubaasyiruuhunna wa antum 'akifuna fil masajidi" dan janganlah kalian menggauli mereka dalam keadaan kalian sedang berdiam diri di mesjid. Rastam Nezad juga menyebutkan, bahwa pelaksanaan I'tikaf di tanggal 13, 14, dan 15 Rajab sebenarnya menunjukkan hubungan erat antara dimensi spritual ibadah dengan masalah wilayah Imam Ali as yang dilahirkan pada tanggal 13 dan selama tiga hari berada di dalam Ka'bah. Penulis buku “Terulangnya Tragedi Asyuro” selanjutnya menegaskan: syarat pertama I’tikaf adalah harus berada didalam masjid, dengan paling utamanya masjid sebagaimana Masjidil Haram, Masjidin Nabi, dan Masjid Kufah, bagaimanapu harus dilakukan di Masjid Agung. Memenjarakan diri di Masjid karena beberapa hal; bahwa hal itu harus untuk sholat, begitu juga puasa merupakan bagian dari I’tikaf, I’tikaf bersamaan sholat, puasa dan dzikir. Peneliti dan pengajar hauzah dan universitas ini menegaskan: I’tikaf adalah sejenis ihram, oleh karenanya didalamnya terdapat beberapa hal yang diharamkan dan hal itu sama seperti dalam umroh dan haji, dalam I’tikaf juga ada yang haram atau yang makruh, oleh karenanya sangatlah jelas bahwa I’tikaf itu sejenis ihram, ihram juga dalam sebuah tempat ihram yang khusus. Dia juga menjelaskan bahwa di dalam Masjidin Nabi saw terdapat sebuah tiang bernama tiang sarir yang merupakan tempat I’tikaf nabi Muhammad saw. Dia mengatakan: biasanya beliau pada akhir bulan Romadhon senantiasa melakukan I’tikaf, Karena I’tikaf tidak memiliki syarat zaman, dan setiap waktu dan zaman dalam setiap tahun dapat melakukannya, dengan syarat dapat melakukan puasa selama tiga hari didalam masjid. Yang sangat menarik, menurutnya bahwa Nabi saw di saat selama satu tahun beliau tidak dapat melaksanakan I’tikaf dan, maka beliau lakukan qadha pada tahun berikutnya, yakni beliau lakukan i'tikaf dua kali di bulan Ramadhan. Ini menunjukkan betapa pentingnya hal itu, tegasnya. Al Quran juga menyebutkan, bahwa para nabi juga melakukan I’tikaf, seperti Nabi Musa as di bukit Thursina begitu pula Nabi Muhammad saw sebelum diutus menjadi Nabi. Di kalangan kaum muslimin Ahlus sunnah kita dapati mereka meyakini keutamaan i'tikaf di bulan Ramadhan. Di dalam khazanah hadis para Imam Ahlul Bayt menurut Rastam Nezad I’tikaf memiliki kedudukan yang sangat tinggi, dan menganggapnya sebuah keharusan untuk dilakukan, dia menjelaskan: I’tikaf minimalnya dilakukan selama tiga hari. Anggota bidang Akademik Al Musthafa Internasional University mengatakan: selain memiliki pengaruh mental, emosional, spritual, kepercayaan diri dan hati dan menghilangkan keraguan baru dari dalam, menghapus kemunafikan dengan melakukan I’tikaf, selama tiga hari ini dan selama berkhalwat dengan Allah swt, jauh dari kehidupan alami dan sosial adalah sejenis pembersihan jiwa dan hati. Sebagaimana puasa memiliki keutamaan maka berada di dalam masjid juga memiliki banyak keutamaan sebagaimana yang telah disebutkan didalam riwayat bahwa mukmin yang berada di dalam masjid seperti ikan yang senang berada didalam air. Begitu juga membaca dzikir dan Al Qur’an Al Karim memiliki banyak keutamaan,satu-satunya yang berpengaruh dari kehidupan biasa dan alaminya kehidupan dan berdiam di rumah Allah merupakan kebahagiaan, ketenangan dan kesenangan yang tercipta dengan Allah swt yang tidak dapat di sifati.seseorang akan memahami ini semua yang ada dalam kenyataan dan dapat meraih kelezatan spritualitas. 809092
captcha